Medan, Tersiar.com - Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) menerima Pengembalian Kerugian Negara sebesar Rp1.220.482.626 dari kasus korupsi pengadaan Smart Airport pada pekerjaan Smart Parking Bandara Kualanamu tahun 2017.
Uang tersebut diserahkan oleh perwakilan PT Digital Marketing Solution, subkontraktor yang ditunjuk PT Angkasa Pura Solusi, dan telah disetor ke Rekening Pemerintah Lainnya (RPL) Kejati Sumut.
Kasi Penkum Kejati Sumut Adre W Ginting, SH, MH, pada Jumat (22/11/2024) menjelaskan bahwa pengadaan Smart Airport yang dilakukan PT Angkasa Pura II pada 2017 bernilai kontrak Rp34.301.538.000.
Proyek tersebut dilaksanakan oleh PT Angkasa Pura Solusi dan disubkontrakkan kepada enam perusahaan untuk mengerjakan 12 item pekerjaan.
Namun, proyek tersebut tidak selesai tepat waktu dan tidak sesuai spesifikasi yang ditetapkan. Audit independen menemukan adanya indikasi tindak pidana korupsi dengan Kerugian Negara sebesar Rp7,11 miliar.
“Sebelumnya, kami telah menahan lima tersangka dalam kasus ini. Mereka diduga melakukan mark-up dan pengadaan fiktif,” ujar Adre.
Kelima tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3, jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (*)
Uang tersebut diserahkan oleh perwakilan PT Digital Marketing Solution, subkontraktor yang ditunjuk PT Angkasa Pura Solusi, dan telah disetor ke Rekening Pemerintah Lainnya (RPL) Kejati Sumut.
Kasi Penkum Kejati Sumut Adre W Ginting, SH, MH, pada Jumat (22/11/2024) menjelaskan bahwa pengadaan Smart Airport yang dilakukan PT Angkasa Pura II pada 2017 bernilai kontrak Rp34.301.538.000.
Proyek tersebut dilaksanakan oleh PT Angkasa Pura Solusi dan disubkontrakkan kepada enam perusahaan untuk mengerjakan 12 item pekerjaan.
Namun, proyek tersebut tidak selesai tepat waktu dan tidak sesuai spesifikasi yang ditetapkan. Audit independen menemukan adanya indikasi tindak pidana korupsi dengan Kerugian Negara sebesar Rp7,11 miliar.
“Sebelumnya, kami telah menahan lima tersangka dalam kasus ini. Mereka diduga melakukan mark-up dan pengadaan fiktif,” ujar Adre.
Kelima tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3, jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (*)