Loading...

Tersiar.com merupakan portal berita digital terkini yang menyajikan informasi akurat dan terpercaya. Dengan fokus pada penyampaian berita yang cepat dan faktual

Berita

Dugaan Terlibat Penggelapan, PH Yenny Minta Pimpinan Bank Mega dan PT Kejar Diperiksa

Blog Image
Penasihat Hukum terdakwa Yenny, Johannes M. Turnip saat diwawancara awak media usai sidang di PN Medan, Senin (21/4/2025). (Foto Dok/Ist)
Medan, Tersiar.com - Penasihat hukum (PH) terdakwa Yenny, Johannes M. Turnip, menduga pimpinan PT Bank Mega Regional Sumatera Utara (Sumut) dan pegawai PT Kelola Jasa Artha (PT Kejar) Cabang Medan terlibat dalam kasus Penggelapan senilai Rp8,6 miliar.

Hal ini diungkapkannya saat diwawancarai awak media di depan Ruang Sidang Cakra 3 Pengadilan Negeri (PN) Medan pada Senin (21/4/2025) sore, seusai membacakan nota pembelaan (pleidoi) di hadapan majelis hakim.


"Ada yang namanya teori agregasi dan teori kekuasaan, di mana akibat dari kesalahan surat perjanjian kerja sama dan surat perintah kerja yang tidak dibuat, itu merupakan suatu kesalahan dari koorporasi atau perusahaan. Maka, ada direksi yang bertanggung jawab," ucapnya.


Dalam hal ini, pihaknya menganggap pimpinan Bank Mega bertanggung jawab penuh karena tidak adanya dasar hubungan kerja untuk melakukan aktivitas Transaksi Uang Kartal Antar Bank (TUKAB) terhadap PT Kejar.


Lebih lanjut, Johannes juga menyebut pegawai PT Kejar bernama Irvan Rihza Pratama harus diproses hukum karena diduga ikut terlibat dalam kasus Penggelapan tersebut.


"Sesuai dengan dakwaan dan setelah pembuktian yang cukup panjang, serta fakta persidangan, maka sudah selayaknya sebenarnya pegawai dari PT Kejar ditetapkan sebagai tersangka karena sudah memenuhi dua alat bukti," ujarnya.


Ia menjelaskan dua alat bukti yang telah terpenuhi antara lain ialah keterangan para saksi di persidangan dan adanya perbantuan dalam melakukan tindak pidana oleh pegawai PT Kejar.


"Tentu kita meminta proses terhadap semua pihak, bukan hanya kepada Bank Mega dan PT Kejar. Jadi, kita pertanyakan juga pengawasan Bank Indonesia terhadap hal ini," tutur Johannes.


Menurutnya, dalam perkara ini kliennya menjadi korban atau tumbal. Untuk itu, pihaknya berharap majelis hakim PN Medan dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya.


"Tentunya kita berharap kepada majelis hakim untuk bisa memberikan putusan yang seadil-adilnya dalam hal ini seperti pleidoi yang kami sampaikan bahwa kami minta bebas. Karena ini bukan murni kesalahan terdakwa, melainkan kesalahan pimpinan Bank Mega dan PT Kejar," tegasnya.


Johannes juga mengeklaim bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kliennya—yakni Pasal 374 Jo. Pasal 64 KUHP tentang Penggelapan dan Pasal 3 maupun 4 UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)—tidak terbukti.


"Pada intinya, substansi pleidoi kita tadi berbicara bagaimana surat perjanjian kerja sama dan surat perintah kerja yang dibuat oleh PT Bank Mega Regional Sumut dan PT Kejar Cabang Medan itu tidak berdasarkan hukum atau sudah kadaluarsa. Sehingga, tidak bisa dijadikan sebagai dasar hukum atau dasar dari hubungan kerja antara PT Bank Mega Regional Sumut dan PT Kejar Cabang Medan," tandasnya.


Diketahui, dalam kasus ini Yenny dituntut 10 tahun penjara oleh JPU Kejaksaan Negeri Belawan. Jaksa menilai Yenny telah terbukti melakukan Penggelapan dalam jabatan dan tindak pidana pencucian uang, sebagaimana dakwaan alternatif kesatu, yaitu Pasal 374 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. (*)
Blog Author Image

Draweda Odir

Redaktur

Jurnalis

0 Komentar

Pos Terkait