Medan, tersiar.com - Supervisor SPBU 14.201.135, Muhammad Agustian Lubis (34), mengakui mendapat keuntungan sebesar Rp1.000 per liter dari penjualan bahan bakar Minyak (BBM) Oplosan jenis Pertalite.
Pengakuan itu disampaikannya saat bersaksi dalam persidangan kasus pengoplosan BBM bersubsidi di ruang Cakra 3 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jumat (23/5/2025).
“Kamukan Supervisor, tau gak kalau itu (BBM) Oplosan? Berapa keuntungannya?” tanya hakim anggota Vera Yetti Magdalena.
“Tau, Yang Mulia. Keuntungannya per liter seribu rupiah,” jawab Agustian di hadapan Majelis hakim.
Saat ditanya apakah BBM Oplosan tersebut berdampak terhadap kendaraan konsumen, Agustian berkilah tidak ada pengaruhnya.
Ia menyebut, BBM yang diterima harus dicampur dengan zat beroktan agar tidak merusak mesin kendaraan.
“Setahu saya tidak ada bedanya dengan Pertalite resmi. Kalau ini (BBM Oplosan) harus dicampur dulu dengan oktan,” bebernya.
Agustian mengaku langkah itu diambil karena SPBU kekurangan modal. Ia pun mengusulkan kepada Direktur SPBU, Vera Agustina, untuk memesan BBM Oplosan dari pihak ISOM (DPS) sebanyak 8.000 liter.
“Kami kekurangan modal, Yang Mulia. Dana diambil dari hasil penjualan. SPBU waktu itu nyaris bangkrut. Kami lakukan ini untuk menyelamatkan perusahaan,” dalihnya.
Meski nama Vera Agustina disebut-sebut ikut dalam keputusan dan menikmati hasil penjualan BBM Oplosan, Majelis hakim belum menyinggung peran sang direktur lebih lanjut.
Sementara itu, terdakwa lainnya, Untung yang berperan sebagai sopir tangki, mengaku menerima bayaran Rp250 ribu setiap kali mengantar BBM Oplosan ke SPBU.
“Mulai bulan Juli 2024. Kadang seminggu bisa tiga kali ngantar, kadang-kadang juga gak ada. Gak tentu,” ungkapnya.
Setelah mendengarkan keterangan para terdakwa, hakim ketua Frans Effendi Manurung memutuskan menunda persidangan hingga Rabu (28/5/2025) mendatang dengan agenda pembacaan tuntutan jaksa.
Adapun empat terdakwa dalam perkara ini yakni Sahlan Suryanta Siregar (manajer), Muhammad Agustian Lubis (Supervisor), Yudhi Timsah Pratama (kernet), dan Untung (sopir).
Mereka didakwa melanggar Pasal 55 UU RI No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Pasal 40 UU RI No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (*)
Pengakuan itu disampaikannya saat bersaksi dalam persidangan kasus pengoplosan BBM bersubsidi di ruang Cakra 3 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jumat (23/5/2025).
“Kamukan Supervisor, tau gak kalau itu (BBM) Oplosan? Berapa keuntungannya?” tanya hakim anggota Vera Yetti Magdalena.
“Tau, Yang Mulia. Keuntungannya per liter seribu rupiah,” jawab Agustian di hadapan Majelis hakim.
Saat ditanya apakah BBM Oplosan tersebut berdampak terhadap kendaraan konsumen, Agustian berkilah tidak ada pengaruhnya.
Ia menyebut, BBM yang diterima harus dicampur dengan zat beroktan agar tidak merusak mesin kendaraan.
“Setahu saya tidak ada bedanya dengan Pertalite resmi. Kalau ini (BBM Oplosan) harus dicampur dulu dengan oktan,” bebernya.
Agustian mengaku langkah itu diambil karena SPBU kekurangan modal. Ia pun mengusulkan kepada Direktur SPBU, Vera Agustina, untuk memesan BBM Oplosan dari pihak ISOM (DPS) sebanyak 8.000 liter.
“Kami kekurangan modal, Yang Mulia. Dana diambil dari hasil penjualan. SPBU waktu itu nyaris bangkrut. Kami lakukan ini untuk menyelamatkan perusahaan,” dalihnya.
Meski nama Vera Agustina disebut-sebut ikut dalam keputusan dan menikmati hasil penjualan BBM Oplosan, Majelis hakim belum menyinggung peran sang direktur lebih lanjut.
Sementara itu, terdakwa lainnya, Untung yang berperan sebagai sopir tangki, mengaku menerima bayaran Rp250 ribu setiap kali mengantar BBM Oplosan ke SPBU.
“Mulai bulan Juli 2024. Kadang seminggu bisa tiga kali ngantar, kadang-kadang juga gak ada. Gak tentu,” ungkapnya.
Setelah mendengarkan keterangan para terdakwa, hakim ketua Frans Effendi Manurung memutuskan menunda persidangan hingga Rabu (28/5/2025) mendatang dengan agenda pembacaan tuntutan jaksa.
Adapun empat terdakwa dalam perkara ini yakni Sahlan Suryanta Siregar (manajer), Muhammad Agustian Lubis (Supervisor), Yudhi Timsah Pratama (kernet), dan Untung (sopir).
Mereka didakwa melanggar Pasal 55 UU RI No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Pasal 40 UU RI No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (*)