Medan, Tersiar.com - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan menggelar sidang perdana kasus dugaan Korupsi alih fungsi lahan di kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading, Langkat Timur Laut, dengan kerugian negara mencapai Rp787 miliar, Senin (23/12/2024).
Dua terdakwa dalam kasus ini, Alexander Halim alias Akuang, pemilik lahan sekaligus Ketua Koperasi Sinar Tani Makmur (STM), dan Imran, mantan Kepala Desa (Kades) Tapak Kuda, tidak ditahan meski sidang telah dimulai.
Sidang yang berlangsung di ruang Cakra 9 beragendakan pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU). Usai mendengar pembacaan surat dakwan oleh JPU, lalu Ketua Majelis Hakim, M Nazir, menanyakan kepada kedua terdakwa terkait pemahaman mereka atas isi dakwaan dan lokasi terjadinya perbuatan pidana (locus delicti).
Alexander dan Imran tidak mengajukan keberatan (eksepsi) terhadap dakwaan yang dibacakan.
“Sudah dengar tadi dakwaan jaksa. Tahu kamu locus delicti di mana? Ada keberatan?” tanya hakim Nazir kepada Imran. Pertanyaan yang sama juga ditujukan kepada Alexander.
Setelah memastikan tidak ada keberatan dari kedua terdakwa, hakim menunda sidang hingga 6 Januari 2025. “Sidang kita tunda sampai tahun depan, tepatnya tanggal 6 Januari 2025,” ujar hakim Nazir sambil mengetuk palu.
Seusai sidang, kedua terdakwa meninggalkan ruang sidang dengan bebas, didampingi penasihat hukum mereka.
Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri (Kejari) Langkat, Ika Lius Nardo, dalam keterangannya menjelaskan bahwa kasus ini bermula pada tahun 2013.
Alexander Halim, yang memiliki izin usaha koperasi dari Kementerian Koperasi dan UKM, menghubungi Imran selaku Kades Tapak Kuda untuk melakukan jual beli lahan di kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading, Langkat Timur Laut.
Alexander kemudian memecah surat kepemilikan tanah untuk diajukan sebagai akta jual beli kepada notaris. Proses ini bertujuan untuk meningkatkan status tanah tersebut menjadi sertifikat hak milik (SHM).
“Lahan yang dimaksud berada di dalam kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut, sehingga tidak dapat diperjualbelikan atau disertifikatkan tanpa izin dari Kementerian Kehutanan,” jelas Ika Lius. Perbuatan kedua terdakwa mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp787.177.516.848.
Atas perbuatan tersebut, Alexander Halim dan Imran didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001.
Selain itu, jaksa juga mendakwa keduanya dengan pasal subsidair, yaitu Pasal 3 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sidang lanjutan dijadwalkan akan mendengarkan keterangan saksi dan bukti pada 6 Januari 2025. (*)
Dua terdakwa dalam kasus ini, Alexander Halim alias Akuang, pemilik lahan sekaligus Ketua Koperasi Sinar Tani Makmur (STM), dan Imran, mantan Kepala Desa (Kades) Tapak Kuda, tidak ditahan meski sidang telah dimulai.
Sidang yang berlangsung di ruang Cakra 9 beragendakan pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU). Usai mendengar pembacaan surat dakwan oleh JPU, lalu Ketua Majelis Hakim, M Nazir, menanyakan kepada kedua terdakwa terkait pemahaman mereka atas isi dakwaan dan lokasi terjadinya perbuatan pidana (locus delicti).
Alexander dan Imran tidak mengajukan keberatan (eksepsi) terhadap dakwaan yang dibacakan.
Baca Juga:
Kejari Batubara Tahan Kadis dan Bendahara Perkim LH Terkait Dugaan Korupsi Gaji Petugas Kebersihan
Kejari Batubara Tahan Kadis dan Bendahara Perkim LH Terkait Dugaan Korupsi Gaji Petugas Kebersihan
“Sudah dengar tadi dakwaan jaksa. Tahu kamu locus delicti di mana? Ada keberatan?” tanya hakim Nazir kepada Imran. Pertanyaan yang sama juga ditujukan kepada Alexander.
Setelah memastikan tidak ada keberatan dari kedua terdakwa, hakim menunda sidang hingga 6 Januari 2025. “Sidang kita tunda sampai tahun depan, tepatnya tanggal 6 Januari 2025,” ujar hakim Nazir sambil mengetuk palu.
Seusai sidang, kedua terdakwa meninggalkan ruang sidang dengan bebas, didampingi penasihat hukum mereka.
Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri (Kejari) Langkat, Ika Lius Nardo, dalam keterangannya menjelaskan bahwa kasus ini bermula pada tahun 2013.
Alexander Halim, yang memiliki izin usaha koperasi dari Kementerian Koperasi dan UKM, menghubungi Imran selaku Kades Tapak Kuda untuk melakukan jual beli lahan di kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading, Langkat Timur Laut.
Alexander kemudian memecah surat kepemilikan tanah untuk diajukan sebagai akta jual beli kepada notaris. Proses ini bertujuan untuk meningkatkan status tanah tersebut menjadi sertifikat hak milik (SHM).
“Lahan yang dimaksud berada di dalam kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut, sehingga tidak dapat diperjualbelikan atau disertifikatkan tanpa izin dari Kementerian Kehutanan,” jelas Ika Lius. Perbuatan kedua terdakwa mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp787.177.516.848.
Atas perbuatan tersebut, Alexander Halim dan Imran didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001.
Selain itu, jaksa juga mendakwa keduanya dengan pasal subsidair, yaitu Pasal 3 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sidang lanjutan dijadwalkan akan mendengarkan keterangan saksi dan bukti pada 6 Januari 2025. (*)